Konsep Pemersatu: Sejarah Teori Sel

Penemuan mikroskop di awal abad Ke-17, menjadi suatu peluang untuk menentukan pandangan pertama pada hal yang sebelumnya tidak terlihat dunia, yaitu kehidupan mikroskopis. Pandangan terkait susunan struktur muncul sebelum para ahli merancang mikroskop pertama. Imam Yesuit Athanasius Kircher (1601-1680), pada tahun 1658, menunjukkan bahwa belatung dan makhluk hidup lainnya berkembang dalam pembusukan jaringan. Pada periode yang sama, sel darah merah berbentuk oval dijelaskan oleh naturalis Belanda Jan Swammerdam (1637-1680), yang juga menemukan bahwa embrio katak terdiri dari partikel globular. Dunia baru yang luar biasa lainnya dieksplorasi, yaitu mikroorganisme, terungkap oleh investigasi menarik dari seorang berkebangsaan Belanda yaitu, Anthony van Leeuwen hoek (1632-1723).

Partikel yang Anthony van Leuwenhoek lihat di bawah mikroskopnya bergerak dan dengan asumsi bahwa motilitas sama dengan kehidupan, dia melanjutkan untuk menyimpulkan, dalam Artikel yang ditulis pada tanggal 9 Oktober 1676 ke Royal Society, bahwa partikel-partikel ini memang organisme hidup. Dalam waktu yang lama serangkaian makalah van Leeuwenhoek kemudian menggambarkan banyak bentuk spesifik dari ini mikroorganisme (yang disebutnya dengan ”animalcule”), termasuk protozoa dan organisme uniseluler lainnya. Tetapi deskripsi pertama sel umumnya dikaitkan dengan Robert Hooke (1635-1702), seorang fisikawan Inggris yang membuat mikroskop berbeda dengan van Leuwenhoek (Gambar 1).

Gambar 1. Instrumen Penelitian Robert Hooke tentang Seluler yang diterbitkan di Micrographia 1665

Pada tahun 1665 Hooke populer melalui artikel yang diterbitkannya di Micrographia, karya penting pertama yang dikhususkan untuk pengamatan mikroskopis, dan menunjukkan apa arti mikroskop bagi naturalis. Dia menggambarkan unit mikroskopis yang membentuk struktur sepotong gabus dan menciptakan istilah ”Cell” atau ”pori” untuk merujuk ke unit tersebut. Cella adalah Kata Latin yang berarti “ruang kecil” dan orang yang berbahasa Latin menerapkan kata Selula ke ruang enam sisi pada sarang lebah. Dengan analogi, Hooke menerapkan istilah ”sel” ke dinding sel mati dari gabus. Meskipun Hooke menggunakan kata berbeda dengan ahli sitologi (dia menganggap sel gabus sebagai saluran untuk cairan yang terlibat dalam pertumbuhan tanaman), istilah “sel” berasal langsung dari bukunya.

Jembatan Antara Mahluk Hidup dan Non-Hidup

Keberadaan seluruh makhluk hidup mikroskopis dipandang sebagai jembatan antara benda mati dan organisme hidup yang terlihat dengan mata telanjang. Ini tampaknya mendukung doktrin Aristoteles lama tentang ‘Spontaneous generation‘, yang menurutnya air atau tanah menyandang potensi untuk menghasilkan secara ‘spontan‘, berbagai jenis organisme. Teori ini, yang menyiratkan kesinambungan antara kehidupan dan materi tak hidup, natura non facit saltus, dibantah oleh eksperimen seorang ahli naturalis Italia bernama Lazzaro Spallanzani (1729-1799). Dia dan peneliti lainnya menunjukkan bahwa suatu organisme berasal dari organisme lain dan terdapat adanya kesenjangan antara benda mati dan kehidupan (tapi hal ini berjarak satu abad kemudian sebelum gagasan Spontaneous generation secara definitif dibantah, oleh Louis Pasteur, 1822-1895). Akibatnya, pencarian langkah dasar pertama dalam skala alam adalah motif di awal abad kesembilan belas tentang pertanyaan biologis yaitu “apa yang bisa menjadi unit minimal terkecil yang membawa potensi kehidupan?”

Teori Sel

Dalam sebuah gagasan disebutkan sel adalah dasar komponen organisme hidup yang muncul jauh sebelum tahun 1838-1839, yaitu ketika teori sel secara resmi dirumuskan. Sel tidak dilihat sebagai struktur yang tidak berdiferensiasi. Beberapa komponen seluler, seperti nukleus, telah divisualisasikan, dan adanya struktur ini dalam sel-sel jaringan dan organisme yang berbeda membuat kemungkinan bahwa sel-sel dari organisasi serupa mungkin mendasari semua makhluk hidup. Kepala Biara Felice Fontana (1730-1805) melihat sekilas nukleus dalam sel epitel di tahun 1781, tapi struktur ini mungkin pernah diamati pada sel hewan dan tumbuhan di dekade pertama abad ke-18. Ahli botani Skotlandia Robert Brown (1773-1858) adalah orang pertama yang mengenali nukleus (istilah yang diperkenalkan Robert Brown) sebagai esensial penyusun sel hidup (1831). Dalam daun anggrek, Brown mengamati “tunggal” areola melingkar, umumnya agak lebih opak dari membran sel areola, atau inti sel mungkin itu dapat disebut, tidak terbatas pada epidermis.

Sementara itu, perbaikan teknis mikroskop sudah dibuat. Adapun kelemahan mikroskop sejak zaman van Leeuwenhoek adalah apa yang sekarang kita sebut dengan ‘chromatic aberration‘, yaitu kekurangan kekuatan resolusi pada perbesaran tinggi. Pada tahun 1830-an mikroskop akromatik diperkenalkan, memungkinkan pengamatan histologis yang lebih tepat. Perbaikan juga dilakukan pada teknik pengawetan dan perawatan jaringan. Pada tahun 1838, ahli botani Matthias Jakob Schleiden (1804-1881) menyarankan bahwa setiap elemen struktural tumbuhan terdiri dari sel atau produknya. Tahun berikutnya, kesimpulan serupa diuraikan untuk hewan oleh ahli zoologi Theodor Schwann (1810-1882). Schwan menyatakan bahwa “bagian dasar dari semua jaringan adalah terbentuk dari sel-sel“. Kesimpulan dari Schleiden dan Schwann dianggap mewakili perumusan resmi ‘teori sel‘ dan nama mereka terkait erat dengan teori sel seperti Watson dan Crick dengan struktur DNA-nya.

Menurut Schleiden, tahap pertama dari generasi sel adalah pembentukan inti dalam zat intraseluler (yang dia disebut ‘sitoblas‘), dan selanjutnya pembesaran progresif bahan untuk membentuk sel baru. Teori ini mengarah pada ‘pembentukan sel secara bebas‘ mengingatkan pada doktrin ‘spontaneous generation’ lama (walaupun sebagai varian intraseluler), tapi dibantah pada tahun 1850-an oleh Robert Remak (1815-1865), Rudolf Virchow (1821-1902) dan Albert Kölliker (1817-1905) yang menunjukkan bahwa sel terbentuk melalui pembelahan sel yang sudah ada sebelumnya. Pepatah Virchow omnis cellula e cellula (setiap sel berasal dari sebuah sel yang sudah ada sebelumnya) menjadi dasar dari teori pembentukan jaringan, bahkan jika mekanisme pembelahan nukleus tidak sepenuhnya dipahami pada saat itu. Teori sel merangsang pendekatan reduksionistik untuk masalah biologis dan menjadi paradigma struktural paling umum dalam biologi. Itu menekankan konsep kesatuan hidup dan mewujudkan konsep organisme sebagai “kumpulan dari berbagai unit dasar”. Sebagai unit dasar dari kehidupan, sel juga dilihat sebagai elemen dasar dari proses patologis. Penyakit yang dipertimbangkan (terlepas dari agen penyebab) sebagai perubahan sel dalam organisme. Konsep Patologi Sel Virchow adalah konsep patogen yang paling penting sampai pada abad ini, dimana teori patologi molekuler dikembangkan.

Konstituen Protoplasma

Setelah perumusan Schleiden dan Swann tentang teori sel, konstituen dasar sel dianggap sebagai dinding atau membran sederhana dan didalamnya terdapat zat kental yang disebut “protoplasma” (nama sekarang diganti dengan istilah Köl-liker yaitu “sitoplasma”), dan nukleus. Segera menjadi jelas bahwa protoplasma bukanlah cairan homogen. Beberapa ahli biologi menganggap struktur halusnya sebagai fibrilar, sedangkan yang lain menggambarkan arsitektur protoplasma sebagai reticular, alveolar, atau granular. Perbedaan ini sebagian dihasilkan dari gambar artefaktual dan ilusi yang disebabkan oleh prosedur fiksasi dan pewarnaan yang menyebabkan pengendapan kompleks koloid yang tidak homogen.

Namun, beberapa pewarnaan komponen seluler nyatanya menyebabkan deskripsi elemen yang berbeda, yang kemudian teridentifikasi. Pengenalan lensa minyak imersi pada tahun 1870, pengembangan teknik mikrotom dan penggunaan metode fiksasi baru serta pewarna sangat meningkatkan visualisasi gambar menggunakan mikroskop. Menjelang akhir abad ke-19, organel utama yang sekarang dianggap sebagai bagian dari sel diidentifikasi. Istilah “ergastoplasma” (retikulum endoplasma) diperkenalkan pada tahun 1897; mitokondria diamati dinamai oleh Carl Benda (1857-1933) pada tahun 1898, tahun yang sama ketika Camillo Golgi (1843-1926) menemukan aparatus intraseluler yang menyandang namanya, yaitu kompleks golgi.

Protoplasma bukan satu-satunya struktur yang memiliki penampilan heterogen. Di dalam nukleus, nukleolus, dan zat yang dapat diwarnai dapat dilihat. Selain itu, sejumlah struktur muncul selama pembelahan sel. Karena struktur ini dapat diwarnai, mereka disebut dengan “kromatin” oleh Walther Flemming (1843-1905), yang juga memperkenalkan istilah “mitosis” pada tahun 1882 dan memberikan deskripsi yang luar biasa tentang berbagai prosesnya. Flemming mengamati pembelahan chromosomes longitudinal salamander (istilah yang diperkenalkan hanya pada tahun 1888 oleh Wilhelm Waldeyer, 1836-1921) selama metafase dan menemukan bahwa setiap setengah kromosom bergerak ke kutub berlawanan dari inti mitosis. Proses ini juga diamati pada tumbuhan dan memberikan bukti lebih lanjut tentang fakta yang terjadi selama terjadinya mitosis.

Teori Neuron

Namun, ada jaringan yang tampaknya kurang sesuai dengan teori sel, yaitu jaringan saraf. Karena kelembutan dan kerapuhannya, sulit untuk ditangani dan rentan terhadap kerusakan. Tapi itu adalah kompleksitas struktural yang mencegah kerusakan model tubuh. Perpanjangan saraf dan serat saraf mulai diamati pada paruh pertama abad ke-19. Namun, upaya untuk merekonstruksi struktur tiga dimensi sistem saraf digagalkan oleh ketidakmungkinan menentukan hubungan yang tepat antara badan sel (soma), dendrit, dan jaringan saraf.  Sebuah buku yang ditulis oleh Karl Deiters (1834-1863), diterbitkan secara anumerta pada tahun 1865, berisi sel-sel saraf yang dipelajari dengan menggunakan metode histologis dan mikrodiseksi yang dibuat dengan jarum tipis di bawah mikroskop (lihat sel-sel saraf ditandai dengan soma, dendrit dan pemanjangan saraf (akson) yang tidak menunjukkan percabangan. Kölliker, dalam edisi kelima bukunya tentang histologi, yang diterbitkan pada tahun 1867, mengusulkan bahwa sel-sel sensorik dan motorik dari bagian kanan dan kiri sumsum tulang belakang dihubungkan dengan “anastomosis” atau fusi langsung.

Anastomosis adalah hubungan antarpembuluh melalui saluran-saluran kolateral atau pembentukan suatu hubungan antara dua rongga atau organ yang normalnya terpisah akibat pembedahan, trauma, atau penyakit.

(Dorland, 2008)
Gambar 2. Sebelah kiri, gambar neuron yang diisolasi oleh Karl Deiters. Sebelah kanan, neuron terisolasi yang diperoleh dengan teknik mikrodiseksi Deiters, menggunakan jarum tipis di bawah mikroskop (milik G. Merico). Akson panjang pada kedua kasus tidak tampak bercabang karena percabangan terganggu akibat prosedur.

Pada tahun 1872, ahli histologi Jerman Joseph Gerlach (1820-1896) memperluas pandangan Kölliker dan mengusulkan bahwa di semua sistem saraf pusat, sel-sel saraf membentuk anastomosis satu sama lain melalui jaringan yang dibentuk oleh percabangan kecil dendritnya. Menurut konsep ini, jaringan atau retikulum adalah elemen penting dari materi abu-abu yang menyediakan sistem untuk komunikasi anatomis dan fungsional. Terobosan paling penting dalam neurositologi dan neuroanatomi terjadi pada tahun 1873 ketika Golgi mengembangkan ‘black reaction‘, yang diumumkan kepada seorang teman dengan beberapa kata, “Saya senang bahwa saya telah menemukan reaksi baru untuk menunjukkan, bahkan kepada orang buta, struktur stroma interstisial korteks serebral. Saya membiarkan perak nitrat bereaksi dengan potongan otak yang dikeraskan dalam kalium dikromat. Saya telah memperoleh hasil yang luar biasa dan berharap untuk melakukan yang lebih baik lagi di masa depan.” Reaksi ini, untuk pertama kalinya, memberikan pandangan penuh dari satu sel saraf dan prosesnya, yang dapat diikuti dan dianalisis bahkan ketika mereka berada pada jarak yang sangat jauh dari badan sel. Keuntungan besar dari teknik ini adalah bahwa, endapan perak kromat secara acak mewarnai beberapa sel (biasanya dari 1 hingga 5%), dan memungkinkan untuk menjawab teka-teki cara kerja sel neuron.

Dibantu oleh black reaction, Golgi menemukan percabangan akson dan menemukan bahwa, bertentangan dengan teori Gerlach, dendrit tidak menyatu dalam jaringan. Golgi, bagaimanapun, gagal melampaui ‘paradigma retikularistik‘. Dia percaya bahwa akson bercabang yang diwarnai oleh black reaction membentuk jaringan kontinu raksasa di mana impuls saraf menyebar. Faktanya, dia disesatkan oleh jaringan ilusi yang diciptakan oleh super-imposisi dan interlocking akson dari sel-sel yang terpisah. Teori jaringan Golgi, bagaimanapun, merupakan langkah maju yang substansial karena menekankan, untuk pertama kalinya, fungsi akson bercabang dalam menghubungkan sel-sel saraf.

Menurut Gerlach dan Golgi, sistem saraf mewakili pengecualian untuk teori sel, yang dibentuk bukan oleh sel-sel independent melainkan oleh syncytium raksasa. Struktur dan fungsinya yang unik dapat membenarkan pelanggaran aturan umum. Hal-hal berubah dengan cepat di paruh kedua tahun 1880-an. Pada bulan Oktober 1886, ahli embriologi Swiss Wilhelm His (1831-1904) mengemukakan gagasan bahwa badan sel saraf dan perpanjangannya membentuk unit independen. Dalam membahas bagaimana ujung akson di serat motorik dan bagaimana serat sensorik berasal dari reseptor perifer seperti sel-sel Pacinian, ia menyarankan bahwa pemisahan unit sel mungkin benar dari sistem saraf pusat. Sistem saraf mulai dianggap, seperti jaringan lainnya, sebagai jumlah sel yang independen secara anatomis dan fungsional, yang berinteraksi berdasarkan kedekatan dan bukan kontinuitas. Kesimpulan serupa dicapai, pada awal tahun 1887, oleh ilmuwan Swiss lainnya, psikiater August Forel (1848-1931), dan, pada tahun 1891, Waldeyer memperkenalkan istilah “neuron” untuk menunjukkan sel saraf independen. Setelah itu, teori sel yang diterapkan pada sistem saraf dikenal sebagai “teori neuron”.

Ironisnya, dengan menggunakan Black Reaction Golgi, ahli anatomi saraf Spanyol Santiago Ramón y Cajal (1852-1934) menjadi pendukung utama tak kenal lelah dari teori neuron. Neuro-anatomis dasar dari konsep dasar ilmu saraf modern. Namun, bukti definitif teori neuron diperoleh hanya setelah pengenalan mikroskop elektron, yang memungkinkan identifikasi investigasi sinapsis berkontribusi di antara neuron. Ketika sistem saraf juga ditemukan terdiri dari unit-unit independen, teori sel akhirnya terbukti benar.

The Missing Link

Berdasarkan teori evolusi, teori sel adalah generalisasi yang paling penting dalam biologi. Namun, ada mata rantai yang hilang antara teori-teori ini yang mencegah konsep yang lebih umum dan pemersatu dari kehidupan. Tautan ini adalah bagian awal dari bahan anorganik ke sel primordial dan evolusinya dalam teori asal usul kehidupan. Jika terbukti memungkinkan untuk dibuat ulang di laboratorium, kondisi fisikokimia prebiotik diperlukan untuk spontaneous generation kehidupan, hubungan antara dua generalisasi ini akhirnya akan tercapai dan pemersatu paradigma akan menjelaskan semua fenomena biologis. Teori spontaneous generation kemudian akan dibenarkan.

Mazzarello, P. (1999). A unifying concept: the history of cell theoryNature cell biology1(1), E13-E15.

Referensi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous post Struktur dan Fungsi Sel
Next post Kematian Sel (Cell Death): Sejarah dan Masa Depan